Wednesday, December 30, 2009

Renungan dari sahabat seperjuangan..

Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad, daripada Suhaib radhiyallaahu ‘anhu beliau berkata, suatu ketika Rasulullah sallallaahu ‘alayhi wa sallam duduk bersama para sahabatnya dan tiba-tiba Baginda ketawa. (Melihatkan keadaan sahabat yang terkejut) Baginda berkata: Apakah kamu tidak mahu bertanyakan aku apa yang menyebabkan aku ketawa? Mereka berkata: Ya Rasulullah, mengapa engkau ketawa?Rasulullah sallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda: Ajaib sungguh perihal seorang mukmin. Semuanya baik belaka untuk dirinya. Jika dia mendapat sesuatu yang disukainya, dia memuji Allah lalu hal itu menjadi kebaikan buatnya. Dan jika dia ditimpa sesuatu yang dibencinya, dia bersabar. Lalu hal itu menjadi kebaikan buatnya. Bukan semua orang yang boleh menjadikan segala perkara adalah baik untuknya kecuali MUKMIN



Hukum Sambutan Tahun Baru Masehi

Soalan

Saya pernah terbaca bahawa haram bagi kita umat Islam menyambut perayaan Tahun Baru pada malam 31 Disember? Apa pandangan ustaz dalam perkara ini?


Jawapan Ust Zaharuddin

Pertamanya, sebagai umat Muhammad SAW, kita di ajar untuk mengira peredaran hari menggunakan bulan Islam, ia terlebih afdhal. Pengiraan zakat perlu menggunakan bulan Islam bagi mengetahui "hawl" (tempoh wajibnya) sudah sampai atau belum. Justeru, secara umumnya adalah lebih baik untuk kita mengingati bulan Islam ini bagi terus menjaga identity Islam yang tersendiri.

Adapun, menyambut tahun baru Masehi (yang dikira menurut awal kelahiran Nabi Isa as), menurut pandangan saya, ia adalah HARUS secara bersyarat. Syarat-syaratnya seperti berikut :-

Sambutan tersebut dilakukan atas asas ‘Uruf atau ‘Adat dan bukannya di anggap sebagai suatu upacara keagamaan. Jika ia diasaskan atas dasar ibadah maka ia perlu mempunyai sandaran dalil yang jelas. Bagaimanapun jika menyambutnya atas asas adat dan diisi dengan progam keagamaan, maka saya masih merasakan HARUSNYA kerana ia termasuk di bawah umum kelebihan majlis ilmu.

Justeru, sambutan tahun baru menurut adat setempat adalah HARUS DENGAN SYARAT berdasarkan penerimaan Islam terhadap adat yang tidak bercanggah dengan Islam. Kaedah Islam yang menerima adat seperti ini adalah " Al-‘Adat Muhakkamah"

Ertinya : "Adat yang tidak bercanggah dengan Syara' boleh menentukan hukum sesuatu perbuatan dan tindakan". (Rujuk Al-Madkhal al-Fiqhi Al-‘Am, Syeikh Mustafa Az-Zarqa, 2/885 ; Syarh alQawaid al-Fiqhiyyah, Syeikh Ahmad Az-Zarqa, ms 219).

Terdapat satu keadah lain berbunyi : " Innama tu'tabaru al-‘Adat iza attaradat aw ghalabat "

ertinya : Sesungguhnya diiktiraf sebagai adat (yang tidak bercanggah) apabila ianya berterusan dilakukan dan dilakukan oleh majority". (Al-Qawaid al-Fiqhiyyah, Ali Ahmad An-Nadawi, ms 65)

Tiada percampuran rambang lelaki dan wanita yang bukan mahram yang dikebiasaan membawa kepada maksiat. Bagaimanapun, syarat ini hampir mustahil untuk dijaga pada zaman ini kecuali di Kelantan atau dalam sebuah Negara yang pemimpin dan rakyatnya mempunyai ilmu agama yang baik. Justeru, sambutan akan menjadi haram jika syarat ini tidak dijaga.

Tidak dicampur adukkan dengan hiburan-hiburan yang bertentangan dengan kehendak Islam. Seperti lagu-lagu memuji muja kekasih, wanita, arak. Tidak kira samada ianya lagu biasa atau nasyid (terutamanya dengan kebanjiran kumpulan nasyid hari ini tersasar dari tujuan asal mereka sehingga memperkenalkan lagu-lagu memuji-muja wanita sebagai kekasih).

Kandungan majlis sambutan ini juga mestilah bertepatan dengan kehendak syara'. Majlis sambutan tahun baru dengan penganjuran majlis ilmu sebagai mengambil sempena cuti umum adalah diharuskan pada pandangan saya.

Sekian

Ust Zaharuddin



Tahun baru.....




Assalamualaikum


Artikel ini bukan untuk menghujat, memaksa, apalagi menghakimi. artikel ini hanya REKOMENDASI untuk semua teman2 dan respon kpd tjuk yg dketengahkn shbt sperjuangn. MAU atau TIDAK, SETUJU atau TIDAK, terserah kpd KITA


Paling sedikit ada 3 kerusakan Malam Tahun Baru


Kerusakan PERTAMA : Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir
Seperti telah kami kemukakan dalam sejarah di atas bahwa perayaan tahun baru sama sekali bukanlah tradisi kaum muslimin, namun perayaan tradisi tersebut adalah hasil import dari negeri kafir dan diadopsi serta dimeriahkan oleh kaum muslimin. Sehingga merayakannya berarti meniru-niru orang orang-orang kafir. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun telah mengabarkan bahwa kaum muslimin akan mengikuti jalan mereka.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


« لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ « وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ »




“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jejak orang-orang sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persi dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?”3


Dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”4


An Nawawi -rahimahullah- ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziro' (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.”5


Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan memang benar-benar terjadi saat ini. Berbagai model pakaian orang kafir diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah badan. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh). Beliau bersabda,


مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ


”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”6 Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).7


Kerusakan KEDUA: Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru


Aneh betul. Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini adalah dari orang kafir dan merupakan tradisi mereka.Namun diantara kita ada yang berpendapat. “Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi dengan dzikir berjama'ah di masjid.. Itu tentu lebih manfaat dan dalam rangka mensyukuri nikmat Allah”, demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh melakukan suatu amalan yang dibuat-buat. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus disyari'atkan amalan tertentu ketika itu? Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan mengakibatkan meninggalkan berbagai kewajiban sebagaimana nanti akan kami utarakan.


Jika ada yang mengatakan, “Daripada menunggu tahun baru diisi dengan hal yang tidak bermanfaat, mending diisi dengan dzikir. Yang penting kan niat kita baik.”
Maka niat baik semacam ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia melihat orang-orang yang berdzikir, namun tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada Ibnu Mas’ud,
وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلاَّ الْخَيْرَ.


”Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain kebaikan.”
Ibnu Mas’ud lantas berkata,
وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ


“Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.”8


Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima di sisi Allah.


Perayaan semacam tahun baru juga sudah ada di masa silam. Namun tidak pernah di antara para ulama yang mensyari'atkan pada kaum muslimin agar hari itu tidak sia-sia untuk melakukan dzikir dan amalan lainnya. Para ulama seringkali menyatakan,


لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ


“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita melakukannya.” Ibnu Katsir mengatakan, “Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.”9 Berarti yang tidak mereka lakukan, lalu dilakukan oleh orang-orang setelah mereka adalah perkara yang jelek. Maka begitu pula halnya kita katakan pada perayaan tahun baru. Seandainya perayaan tersebut adalah baik, tentu para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya.


Kerusakan KETIGA:


Terjerumus dalam Keharaman dengan Mengucapkan Selamat Tahun Baru
Karena kita ketahui bersama bahwa tahun baru adalah syiar orang kafir dan bukanlah syiar kaum muslimin. Jadi, tidak pantas seorang muslim memberi selamat dalam syiar orang kafir seperti ini.


Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah mengatakan, ”Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah.




Footnote:
1 Sumber bacaan: http://id.wikipedia.org/wiki/Tahun_baru
2 Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts 'Ilmiyyah wal Ifta', 3/88-89, Fatwa no. 9403, Mawqi' Al Ifta'.
3 HR. Bukhari no. 7319, dari Abu Hurairah.
4 HR. Muslim no. 2669, dari Abu Sa'id Al Khudri.
5 Al Minhaj Syarh Shohih Muslim, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi, 16/220, Dar Ihya' At Turots Al 'Arobiy, cetakan kedua, 1392.
6 HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269.
7 Lihat penukilan ijma’ (kesepakatan ulama) yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho’ Ash Shirotil Mustaqim, 1/363, Wazarotu Asy Syu-un Al Islamiyah, cetakan ketujuh, tahun 1417 H.
8 HR. Ad Darimi. Dikatakan oleh Husain Salim Asad bahwa sanad hadits ini jayid (bagus).
9 Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 7/278-279, pada tafsir surat Al Ahqof ayat 11, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.
10 Ahkam Ahli Dzimmah, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/441, Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1418 H.




LEBIH LENGKAP BUKA:(ana copy article ini dr sini)




http://www.facebook.com/home.php?#/notes/izzah-islam/sepuluh-10-kerusakan-parah-dalam-perayaan-tahun-baru/230153766005
-mufi,uia pj-


petikan ini dicopy ..